Monday, January 9, 2017

DIPLOMASI PERTAHANAN ASEAN

A Review Article by Nadya Saraswati

           
Capie, David, Brendan Taylor, 2010. The Sharing-La Dialogue and the Institutionalization of Defence Diplomacy in Asia. The Pacific Review, Vol. 23, Pp. 359-76

Pertama-tama penulis ingin menegaskan bahwa ada beberapa hal yang harus kita garis bawahi dalam artikel ini. Pertama adalah bagaimana Sharing-La Dialogue (SLD) ini dapat menyita perhatian beberapa Negara dibandingkan dengan forum-forum dialog lainnya, baik itu forum dialog dibidang kemanan maupun bidang lainnya (seperti ASEAN Regional Forum). Yang kedua adalah bagaimana kemunculan SLD memperlihatkan perubahan sikap dalam forum dialog pertahanan dan keamanan multilateral di kawasan Asia. Pada dasarnya kerjasama pertahanan di ASEAN sendiri dilakukan secara bilateral karena pada tingkat multilateral dianggap penuh dengan kecurigaan antar anggotanya. Saat ini disamping adanya SLD, menteri keamanan Negara-Negara anggota ASEAN mulai berusaha untuk bertemu secara multilateral dan agenda ini dilakukan secara kontinuitas.
Yang ketiga adalah, SLD sendiri merepresentasikan berbagai jenis pengelompokan internasional. Bila di ASEAN diorganisir oleh Negara, SLD dijalankan oleh badan privat seperti International Institute of strategic Studies (IISS) yang mendukung SLD secara finansial. – Capie dan Taylor (2010:361) mengatakan bahwa kesuksesan SLD memunculkan pertanyaan bagi ASEAN  dan cirikhas  budaya diplomati yang memfasilitasi kerjasamanya – jika dibandingkan dengan peran ‘ASEAN way’ dan norma-norma yang telah dimiliki oleh Negara-Negara anggotanya, IISS ini hanya memiliki basis institusi London yang kehadirannya sangat kecil di Asia. Lalu bagaimana pihak luar seperti itu dapat mengelola sebuah pertemuan regional mengenai keamanan yang paling sukses di Asia? dan dimana dikutip oleh Capie dan Taylor (2010:369) dari seorang tokoh senior hubungan internasional Asia Tenggara yang mengatakan bahwa 75% ‘pihak luar’ membicarakan mengenai keamanan ‘kita’. Hal tersebut adalah salah satu pertanyaan yang diajukan oleh Capie dan Taylor dalam artikelnya.
Dalam fokusnya ke Asia Tenggara, atau dalam hal ini organisasi regional ASEAN, Capie dan Taylor (2010:369-71) juga mempertanyakan bagaimana kesuksesaan SLD juga berdampak pada ‘ASEAN Way’? Selain itu, terdapat beberapa masalah lain dalam SLD, dimana Capie dan Taylor berargumentasi bahwa nampaknya ‘pihak luar’ ini (IISS) nampak seperti tersebut mengacak-acak kawasan ini seperti dengan cara tidak mempedulikan dan menolak nilai-nilai yang susah dimiliki ASEAN dalam menjalan bisnis darinya. Yang kedua adalah, tidak seperti pertemuan pemerintah secara regional lainnya yang menekankan persamaan dari partisipasi – dalam hal ini Capie dan Taylor mencontohkan bagaimana ASEAN ditaruh pada posisi yang penting – SLD sendiri secara eksplisit sangat hirarkis dimana persamaan derajat atau status Negara-Negara anggota tidak pedulikan oleh forum dialog ini. Terlepas dari mengapa SLD lebih sukses dibandingkan dengan forum dialog lainnya, terutama ARF.
Perlu diketahui bahwa SLD memberikan para senior dan pejabat anggota kesempatan untuk bertemu dan bertukar pandangan dalam sebuah formal agreements dan juga secara informal mereka dapat bertukar gagasan dan informasi, sedangkan dalam aransemen kemananan seperti ARF (termasuk pertemuan pejabat pertahanan) sendiri nampak seperti ada gap dalam kalender diplomatiknya dimana dalam pertemuan tersebut hanya didominasi oleh pejabat-pejabat kementeri luar negeri saja. Capie (2010) sendiri mengatakan bahwa SLD yang memiliki markas ‘think tank’ diluar kawasan tersebut lebih terlihat sebagai pemberi bantuan daripada dipandang sebagai ‘penghalangan’, walaupun peran aktor internal sangat penting juga, Capie dan Taylor (2010:371) juga mengutip hasil wawancara staff IISS bahwa pada dasarnya memang benar IISS memiliki ketertarikan dengan kawasan ini, namun bukan berarti IISS memiliki kepentingan. Maka dari itu, Capie dan Taylor mengatakan bahwa, inilah alasan bagaimana SLD terus berkembang menjadi kuat, sedangkan dialog keamanan kawasan lainnya dari pemerintah Negara-Negara di kawasan ini lebih terlihat kaku, sehingga  sampai saat ini sulit mendapatkan daya tarik.

Dari sini maka dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya SLD juga memiliki tantangan yang dihadapi dari forum-forum diaolog kawasan seperti ASEAN Defence Minister Meeting (ADMM) dan ARF Security Policy Conference (SPC) disamping belum ada satupun dari forum dialog tersebut yang mengungguli SLD namun dapat kita lihat bahwa adanya inisiatif-inisiatif dari pemerintah kawasan ini menunjukan bahwa Negara-Negara Asia Tenggara secara tidak langsung setuju perlunya pertemuan-pertemuan antar pejabat pertahanan dalam tingkat multilateral dan tidak lagi bersifat bilateral saja. Ini menunjukan adanya pergeseran diplomasi pertahanan yang dilakukan oleh Negara-Negara ASEAN.

No comments:

Post a Comment